Dam adalah buku pertama yang masuk dalam “meja redaksi” penerbit KUBUS dan berhasil dilahirkan. Sebagai pendatang baru di dunia ekstrakurikuler sekolah, ia dikerjakan dengan penuh komitmen oleh siswa-siswa yang turut mempeloporinya. Proses kreatif tidak hanya bisa diukur dari bagaimana hasil karya yang dilahirkan, namun juga berbicara soal suka duka proses itu sendiri. Pengalaman yang ada di dalamnya amat berharga dan merupakan hal tersendiri yang perlu dikuasai. Proses penerbitan in merupakan simulasi dunia industri penerbitan yang merupakan salah satu penggerak geliat literasi.
“Siapa bayi itu? Ya, bayi itu adalah Dam. Dia bagaikan matahari yang menyinari keluarga kecil ini”. Penggalan alegoris (simbolisasi) Novel Dam oleh Bayu Satrio Utomo ini seakan-akan mewakili semangat anak-anak KUBUS saat ini.
Buku yang ditulis dalam alur tertentu dan bicara suatu cerita tertentu, sebenarnya tidak hanya berbicara tentang cerita itu sendiri. Ia juga bicara mengenai pengalaman dan pengamatan yang detail dari penulisnya. Itulah yang disebut sebagai unsur ekstrinsik. Setiap orang pasti akan mengalaminya, dan orang yang menulis mampu membuat “kemampuan mengalami” tersebut menjadi lebih peka.
Hal-hal itulah yang dibicarakan dalam diskusi bedah buku ini. Proses kreatif dalam proses produksi atau penerbitan suatu buku; tentang apa dan bagaimana Dam disusun lalu digulirkan sebagai sebuah cerita; dan pengalaman apa saja yang perlu kita tahu dari penulisnya; serta yang tak kalah penting, bagaimana kesempatan di sekolah ini bisa dimanfaatkan dengan sangat baik dalam mewadahi potensi dan menyalakan harapan para siswa penulis. Bedah buku ini diharapkan mampu memberikan pengalaman bermakna atas hal-hal yang dibicarakan itu.
Cerita Dengan Konflik Yang Kompleks
Bedah buku ini dimoderatori oleh Yudhistira Nur Hafizd Sya’bani, siswa kelas 11 P 06 yang biasa dipanggil Yudhis memulai diskusi dengan pertanyaan kepada penulis, “Bagaimana Bayu, akhirnya bisa menulis novel ini?
“Tulisan saya ini sebenarnya adalah hasil pengalaman membaca saya akan novel-novel kesukaan saya seperti Sherlock Holmes dari Sir Arthur Conan Doyle, novel Keigo Higashino, dan juga Tere Liye.”, jelas siswa 11 P 03 itu dengan meyakinkan.
Buku ini secara umum bercerita tentang kisah seorang anak yatim piatu karena sebuah kecelakaan pesawat dan diadopsi oleh seorang pejabat politikus jahat yang haus pencitraan.
“Jadi konflik yang terjadi tidak hanya tentang keluarga, tapi hingga ke politik. Novel DAM berisi konflik yang kompleks”, simpul moderator.
Buku ini ditulis selama 5 bulan, dan sempat berhenti selama tiga minggu. Hambatan yang dialami Bayu ketika menulis pada umumnya adalah kehilangan inspirasi. Ia akhirnya perlu merenung, mencari inspirasi dengan cara mengamati fenomena di sekitar. Novel pertamanya ini, fun fact-nya, mengambil nama-nama temannya sendiri sebagai nama tokohnya. Pun dengan kecelakaan pesawat itu diilhami dari berita tragedi kecelakaan pesawat yang pernah terjadi.
Rencananya, sosok yang bercita-cita sebagai pengajar dan penulis itu, akan menerbitkan novel kedua dan ketiganya.
Diharapkan Ada Sekuel
Ungkapan lain disampaikan Azahra Ardya Mahardika Kirani siswa kelas 10 P 04 yang akrab dipanggil Rara.
“Novel ini mungkin akan lebih melegakan pembaca umum, jika ada cerita sekuel yang menerangkan secara detail dari sudut pandang Dam sebagai tokoh utama, misalnya, bisa dicertikan secara spesifik”
Siswa yang juga senang menulis dan telah memiliki satu buku ini menyoroti bagian yang menjadi awal mula konflik terjadi, yakni di bagian kecelakaan pesawat. Ia mengatakan bahwa tokoh Dam ini begitu hidup, dan pembaca perlu diceritakan dengan porsi yang lebih banyak. Gaya bercerita Dam juga menarik, karena Dam diceritakan oleh orang lain atau tokoh “aku”.
Keluar Dari Zona Nyaman Introvert
Proses penerbitan Novel Dam juga memberikan pengalaman tersendiri bagi ketua penerbitannya, Vivian Salsa Bella Putri, siswa kelas 12 P 03. Berawal dari divisi kepustakaan di Klub Buku Sekolah (KUBUS), Ia mendapatkan tantangannya itu.
Penerbitan ini jika dilihat dari rentang waktunya, mulai dari pemilihan naskah, pembuatan ilustrasi sampul buku, penyuntingan (edit), tata letak (lay out), hingga menjadi buku memakan waktu lima (5) bulan sejak september 2024. Di tengah kesibukan belajar, tentu ini proses yang cukup panjang dan melelahkan. Namun, pengalaman ini memiliki makna tersendiri bagi Vivian, panggilannya.
“Hidup terlalu monoton, apabila hanya terus ada di zona nyaman”, kata Vivian yang disambut tepuk tangan.
Ia mengaku awalnya adalah seorang introvert, dan keinginan bergabung di KUBUS didorong oleh semangat keluar dari zona nyaman (introvert) itu. Berbicara di depan umum menjadi narasumber editor buku ini adalah pengalaman pertama Vivian.
***
Acara diskusi berlangsung lancar, tanya jawab yang antusias juga diberikan oleh audiens. Para penanya mendapatkan hadiah lawang berupa buku. Acara dihentikan sejenak saat adzan magrib bergema, seluruh orang yang ada di Perpustakaan SMAN 1 Pare ini takjilan dengan menu sederhana: air mineral, tiga buah kurma, gorengan, dan buah semangka.
Bedah buku diakhiri dengan penutupan dan sesi foto bersama berpose “Salam Literasi”, dengan harapan minat baca dan literasi Indonesia meningkat.
oleh Divisi Kampanye KUBUS